"annyeong" kata itu pasti sering kita dengar akhir-akhir ini, tepatnya setelah KPop menginfasi Indonesia. remaja-remaja yang sedang menggandrungi Korea pasti lebih sering menggunakan sapaan ini ketimbang sapaan "hay" atau "halo".
sebetulnya tidak ada yang salah dalam penggunaan sapaan itu, karena artinya sama-sama "hai". bahasa Korea makin hari menjadi bahasa yang banyak dipelajari oleh para remaja atau orang-orang yang sedang belajar tentang korea entah untuk studi maupun hanya sekedar terbawa Hallyu.
yang akan saya bahas bukan mengenai penggunaan bahasa Korea yang makin menjamur tetapi lebih pada tata krama penggunaan bahasa dan sikap orang Korea yang akan saya bandingkan dengan sikap dan kebiasaan orang Jawa. dari sini kita akan melihat sebarapa jauh kita memiliki persamaan dengan saudara jauh kita di asia timur sana.
beberapa dari kita pasti sering mendengar kata "gomawo", apakah arti kata "gomawo"? gomawo dalam bahasa korea berarti "terima kasih" di bahasa Indonesia. lalu apa arti "kamsahamnida"? Kamsahamnida juga berarti terima kasih. kalau begitu apa bedanya?? pertanyaan itu lah yang muncul ketika saya mencoba belajar bahasa Korea.
setelah belajar lebih lanjut, ternyata dalam bahasa Korea terdapat tingkat tutur dalam struktur bahasanya.
penggunaan kata Gomawo tidak mungkin kita gunakan di situasi resmi, dalam situasi resmi sebaiknya kita menggunakan kata Kamsahamnida supaya lebih menghormati lawan bicara kita.
selain kata itu, kita juga biasa mendengar kata "mianhae" yang berarti "maaf". penggunaan itu biasanya untuk ragam bahasa intim, dimana kita hanya menggunakan bahasa itu untuk orang yang sudah dekat. sedangkan bahasa resmi dari mianhae adalah jwesonghamnida.
banyak kata-kata dalam bahasa Korea yang memiliki tingkat tutur karena adat Korea yang mempunyai budaya pembagian kelas. hal ini sama dengan struktur bahasa Jawa. dalam hal ini mungkin bahasa Korea lebih mudah dalam artian, biasanya kata formal dalam bahasa korea menggunakan akhiran "yo", "nida", atau "nikka" *setahu saya*. jika dalam bahasa Jawa, perubahan status sosial objek akan berpengaruh pada kata ganti dan kata kerja yang digunakan.
pertanyaannya, mengapa ada tingkat tutur bahasa??
jawabannya bisa kita lihat dalam latar belakang negara, dan dasar negara.
Korea adalah negara yang dulunya sebuah kerajaan. seperti halnya di Jawa yang kerajaan. dalam sebuah kerajaan, jabatan tertinggi ada di tangan Raja. Raja adalah orang yang sangat di hormati. dari sanalah ada pembedaan bahasa, kenapa harus dibedakan? jawabannya sederhana. karena Raja tidak sama dengan rakyat. jika bahasa yang digunakan tetap sama, apa bedanya Raja dengan rakyat??
selain itu, tingkat kesenioran di Korea dan Jawa pun sama. mereka mengenal senior-junior. sehingga ada ungkapan untuk memanggil seseorang yang lebih tua, hal ini berbeda dengan negara-negara barat yang tidak begitu mempedulikan panggilan. di Jawa panggilan Mbak boleh digunakan oleh anak laki-laki, tetapi di Korea anak lelaki memanggil senior laki-lakinya dengan panggilan hyung sedangkan yang perempuan memanggil senior laki-lakinya dengan panggilan oppa. begitu pula dengan senior wanita, jika junior laki-laki memanggil senior wanita, mereka harus memanggil senior mereka noona, dan junior perempuan memanggil senior perempuan dengan panggilan eonni. di Jawa tidak dibedakan hal seperti itu.
Di Korea, jika kita baru mengenal seseorang kita harus merendahkan diri kita sekalipun kita adalah seorang yang memiliki jabatan tinggi, karena ditakutkan orang yang kita anggap bicara memiliki pangkat atau lebih tua daripada kita. jadi ditanamkan untuk selalu merendah. hal ini juga dilakukan di Jawa.
jika dalam tradisi Jawa kita harus merasa "isin" di tradisi Korea mereka mengajarkan "kibun". Kibun seperti "mood", "harga diri", "perasaan", dan "state mind". Kibun sangat berpengaruh dalam memulai suatu hubungan. Kibun seseorang harus tetap dijaga sehingga dalam hal ini "white lie" pun diperbolehkan, seperti halnya "nyemoni" dalam bahasa jawa yang artinya mengaburkan maksud sebenarnya agar tidak menyakiti hati orang lain.
Korea juga penuh dengan simbol, dan penghormatan. penggunaan bahasa nonformal (ngoko dalam bahasa Jawa) hanya boleh digunakan oleh atasan pada bawahan.
simbol dalam hal ini bisa berarti gestrure dan intonasi suara. Orang Korea memiliki kesensitifan yang hampir sama dengan orang Jawa sehingga lebih baik diperingatkan secara simbol ketimbang memperingatkan dengan cara menegur langsung.
dalam adat istiadat korea jika mereka menemukan orang yang tidak mengikuti hukum, aturan, dan tata krama biasanya disebut sangnom.
dalam bahasa Jawa biasa disebut ora Jawa yang artinya kurang lebih sama.
Orang korea agak lebih ekstrim menggambarkannya, jadi seorang sangnom adalah makhluk diluar manusia. dalam artian dia itu makhluk antara manusia dan primata-monyet-.
dengan ini, bisa diambil kesimpulan bahwa tradisi Korea yang dulunya adalah sebuah kerajaan memiliki dampak besar dalam kehidupan berbahasa masyarakatnya. penggunaan kata yang tepat pada tingkat tutur bahasa pun sangat diperhatikan. hal ini hampir sama dengan kebiasaan dan adat istiadat jawa yang selalu mengedapankan penghormatan terhadap seseorang yang dianggap lebih tinggi derajatnya.
semoga informasi ini sedikit banyak membantu pembaca untuk mengetahui negara Korea.
(Perpus Pusat UI lt 4. Kamis, 15 Maret 2012)
-Valda-
Oh, Akhirnya aku tahu. kamsahamnida kakak :)
ReplyDeleteJustru akhirnya saya tahu arti "nyemoni" :v
ReplyDeletematur suwun dulur haha